Kisah Kahar Muzakkar, Pejuang yang Memberontak karena Kecewa pada Soekarno: National Okezone

banner 468x60
Kisah Kahar Muzakkar, Pejuang yang Memberontak karena Kecewa pada Soekarno: National Okezone

banner 336x280

ABDUL Kahar Muzakkar tokoh pejuang kemerdekaan asal Tanah Luwu, Sulawesi Selatan. Ia juga pengawal Sukarno. Namun jasanya kepada NKRI menemui kekecewaan. Kahar juga memimpin pemberontakan di negara yang dulu sangat ia cintai.




Kahar Muzakkar dikenal sebagai pendiri dan pemimpin Tentara Islam Indonesia (TII) di Sulawesi yang kemudian bergabung dengan gerakan Darul Islam (DI), memperjuangkan penerapan syariat Islam sebagai dasar negara dan penolakan terhadap sekularisme.

Kahar Muzakkar memulai pemberontakan karena kecewa dengan Presiden Soekarno. Pemicunya adalah Bung Karno tidak memenuhi keinginan sang patriot.

Keinginan Kahar tidaklah besar. Ia hanya ingin kesatuannya yang tergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) bergabung menjadi Tentara Nasional Indonesia (APRI) yang kini bernama Tentara Nasional Indonesia (TNI).

BACA JUGA:

Saat itu, pemerintah pusat ingin membubarkan KGSS dengan alasan revolusi kemerdekaan telah usai. Tidak setuju dengan gagasan pembubaran satuan-satuannya yang turut andil dalam perjuangan, Kahar mengirimkan surat kepada pemerintah pusat dan pimpinan APRI meminta agar seluruh jajaran KGSS dimasukkan ke dalam APRI dengan nama “Brigade. Hasanuddin”.

Sayangnya, Presiden Soekarno menolak mentah-mentah permintaan tersebut dengan alasan sebagian besar anggota KGSS tidak memenuhi syarat menjadi prajurit profesional. Hanya segelintir yang berhasil lolos seleksi rekrutmen APRI. Anggota KGSS yang tersisa akan menjadi bagian dari korps cadangan militer.

Tentu saja sikap Presiden Soekarno tersebut tidak sejalan dengan harapan Kahar Muzakkar.

Dikutip dari buku “100 Tokoh yang Mengubah Indonesia”, penolakan permintaannya oleh Soekarno berujung pada kekecewaan Kahar.

BACA JUGA:

Beberapa bulan kemudian, pemerintah pusat berusaha membujuk dan memberinya pangkat Oversteer atau Letnan Kolonel untuk mengurangi kekecewaan Kahar. Namun saat hendak dilantik pada 17 Agustus 1951, Kahar melarikan diri dengan membawa sejumlah senjata. Pada saat yang sama, ia menghasut pemberontakan melawan pemerintah.

Sebelumnya, Kahar beberapa kali dikecewakan pemerintah pusat. Salah satu persoalan sebelum tuntutannya tanggal 30 April 1950 adalah berkaitan dengan pembentukan Dinas Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), Oktober 1945.

Namun KRIS justru lebih “dikendalikan” oleh kelompok Mihanasa-Manado dan perannya sebagai sekretaris dikucilkan hingga ia memutuskan keluar dari KRIS.

Selanjutnya, ketika Sukarno menolak tuntutannya, Kahar membentuk brigade sendiri. Pada tanggal 7 Februari 1953, Kahar memutuskan bergabung dengan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di bawah pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo.

Pergerakan pasukannya yang berkekuatan sekitar 15 ribu pengikut ini mengatasnamakan agama, dan tindakannya justru untuk meneror para bangsawan dan bangsawan yang menentangnya.

BACA JUGA:

Pada tahun yang sama, muncul pemberontakan lain di Sulawesi, Perdjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Di sisi lain, Pemberontakan Kahar juga mulai melemah karena “digulingkan” dari dalam sejak tahun 1957.

Pergerakan pasukan Kahar mulai tidak mendapat perbekalan dari Andi Selle, pensiunan APRI. Disadur dari buku “Tragedi Kahar Muzakkar Patriot dan Pemberontak”, Andi Selle dipengaruhi oleh Pangdam XIV/Hasanuddin, Kolonel Muhammad Jusuf, untuk tidak lagi mengganggu distribusi perbekalan kepada pasukan Kahar.

Jusuf pun ingin berunding dengan Kahar untuk menyelesaikan konflik tersebut. Namun di tengah perjalanan, pemberontak simpatisan Andi Selle menembaki mobil Yusuf.

Beruntung Jusuf selamat dan keesokan harinya Jusuf mengirimkan pesan kepada Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Letjen Achmad Jani dan Presiden Soekarno bahwa perundingan tidak diperlukan lagi.

Saat itulah pasukan TNI diberangkatkan dari Pulau Jawa untuk melancarkan “Operasi Blitz”. Di satu sisi, pasukan Kahar semakin menipis, apalagi setelah rekannya Bahar Mattaliu “ditelan” propaganda pemerintah bahwa Presiden Soekarno telah memberikan amnesti kepada semua pihak yang ingin menyerah.

Ikuti berita Okezone berita Google

Ikuti terus semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang
klik disinidan nantikan kejutan menarik lainnya

Uang menjadi “penarik” yang berhasil meyakinkan puluhan ribu pengikut Mattaliu. Pasalnya, pemerintah menjanjikan kontribusi sebesar Rp250 ribu kepada mereka yang mulai menghadapi tekanan ekonomi.

Setelah memasuki tahun 1965, pasukan Kahar mulai terdesak, dan pada tanggal 3 Februari Kahar disergap oleh pasukan Siliwangi dari Batalyon 330 Kujang I. Menurut berbagai literatur, pada saat itulah Kahar tertembak di tepian Sungai Lasolo. kepada Kopral Sadelim dan langsung tewas. pada bulan Juli 1965, seluruh pengikutnya menyerah di Gerungan.

Berbagai spekulasi beredar tentang Kahar, terutama karena jenazah dan makamnya tidak pernah ditemukan belakangan. Kolonel Jusuf sendiri yang memimpin “Operasi Cahaya” tak pernah mau buka mulut soal jenazah dan makam Kahar.

Beragam rumor mengenai Kahar, mulai dari jenazahnya dibawa ke Jakarta, dimakamkan di Kendari, dimakamkan di dekat Bandara Makassar, hingga rumor yang menyebutkan dirinya sebenarnya masih hidup.

Namun kepastian kematian Kahar akhirnya dibenarkan oleh istri kedua Kahar yang berkewarganegaraan Belanda, Corry van Stenus, lewat pengakuan anak-anak Kahar saat diperbolehkan melihat langsung jenazah Kahar di RS Palemonia, Makassar.

Quoted From Many Source

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *